HERALDSULSEL – Proses pembahasan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) kembali menimbulkan gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan mahasiswa.
Salah satu organisasi yang menyuarakan penolakan terhadap revisi ini adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Cabang Gowa. Mereka menilai bahwa RUU TNI yang tengah dibahas berpotensi merusak prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.
Menurut Ketua Rayon Sains dan Teknologi, Aimar Syehe Muhammad, RUU TNI ini tidak hanya disusun tanpa transparansi, tetapi juga mengancam kembali melibatkan militer dalam ranah sipil—sebuah langkah mundur yang dapat merusak demokrasi di Indonesia.
Revisi ini, kata Aimar, membuka ruang bagi TNI untuk kembali memainkan peran politik dalam pemerintahan, salah satu sorotan utama adalah rencana penempatan perwira aktif TNI pada jabatan-jabatan sipil. Hal ini, menurut PMII, dapat menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, yang telah dikecam sejak era reformasi.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga mencatat beberapa pasal dalam revisi ini yang bermasalah. Salah satunya adalah perpanjangan masa pensiun perwira aktif, yang berpotensi membuka peluang lebih besar bagi militer untuk terlibat dalam politik dan mengatur urusan domestik tanpa pengawasan legislatif.
Jika langkah ini diteruskan, revisi tersebut bukan hanya akan mengubah aturan militer, tetapi juga mengancam supremasi sipil yang selama ini dijaga dengan ketat oleh konstitusi Indonesia.
PMII menegaskan setiap kebijakan negara, terutama yang berkaitan dengan TNI, harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat sipil dan mahasiswa. Tanpa keterlibatan publik, proses pembuatan kebijakan hanya akan menguntungkan segelintir pihak dan berpotensi merugikan demokrasi yang telah diperjuangkan dengan susah payah. Aimar juga menambahkan, “RUU TNI harus dibahas secara terbuka dengan kajian yang mendalam, bukan terburu-buru untuk disahkan.”