HERALDSULSEL – Penerimaan pajak Indonesia di awal tahun 2025 mengalami penurunan signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu mengungkapkan dua faktor utama yang menjadi penyebab turunnya penerimaan pajak pada awal tahun ini.
Anggito menyebut penurunan harga komoditas ekspor Indonesia, seperti batu bara, minyak brent, dan nikel, menjadi penyebab utama. Berdasarkan data, batu bara tercatat turun 11,8% secara tahunan (year on year), minyak brent turun 5,2%, dan nikel merosot 5,9%.
Penurunan harga-harga komoditas tersebut memberikan dampak langsung terhadap penerimaan pajak yang bersumber dari sektor ini.
Selain itu, faktor administrasi juga turut berkontribusi terhadap penurunan ini. Implementasi kebijakan baru, seperti Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21 serta relaksasi pembayaran PPN dalam negeri yang diperpanjang hingga 10 Maret 2025, menyebabkan pergeseran waktu penerimaan pajak.
Anggito menjelaskan, seharusnya penerimaan pajak dari kebijakan ini sudah tercatat pada bulan Februari, namun relaksasi yang diberikan menggeser waktu penerimaan.
Menurut data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak Indonesia hingga Februari 2025 hanya mencapai Rp187,8 triliun, atau sekitar 8,6% dari target tahunan yang ditetapkan sebesar Rp2.189,3 triliun.
Angka ini menunjukkan penurunan 30,19% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2024, yang tercatat mencapai Rp269,02 triliun.
Bahkan, pada Januari 2025 lebih rendah lagi, dengan penurunan mencapai 41,86%, hanya mengumpulkan Rp88,89 triliun, jauh di bawah capaian Januari 2024 yang sebesar Rp152,89 triliun.
Meski demikian, Anggito menilai penurunan di awal tahun ini bukanlah hal yang anomali. Ia menjelaskan bahwa dalam empat tahun terakhir, pola serupa selalu terjadi, di mana penerimaan pajak mengalami lonjakan tajam pada akhir tahun, khususnya di bulan Desember, dan kemudian menurun kembali pada Januari dan Februari.
“Jadi ini sifatnya normal saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ungkapnya.
Anggito tetap optimis penerimaan tahun ini akan membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia. Ia mencatatkan beberapa indikator positif, seperti kenaikan Purchasing Managers’ Index (PMI) dan konsumsi listrik untuk industri dan bisnis yang mengalami peningkatan pada Februari 2025.
“Kami berharap dan melihat kondisi penerimaan, khususnya PPh 25, akan membaik dalam beberapa bulan ke depan,” ujar Anggito dengan keyakinan. (*)