HERALDSULSEL, MAKASSAR – Menjelang Hari Raya Idul Fitri, pasar Tanah Abang yang biasanya dipadati pembeli justru mengalami penurunan aktivitas yang signifikan.
Kondisi ini menjadi indikator melemahnya daya beli masyarakat di tengah perekonomian yang semakin sulit.
Di sisi lain, pemerintah dan DPR justru membahas revisi Undang-Undang TNI di hotel mewah, menimbulkan pertanyaan tentang prioritas anggaran negara.
Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti fenomena sepinya Tanah Abang sebagai tanda bahwa kondisi ekonomi masyarakat sedang mengalami tekanan berat.
“Kalau pasar Tanah Abang sepi, itu artinya dompet emak-emak juga makin tipis. Ini berdampak pada seluruh rantai ekonomi, termasuk di daerah-daerah,” ujar Rocky melalui akun YouTube-nya.
Data terbaru dari Mandiri Spending Index menunjukkan bahwa tabungan masyarakat terus menurun, sehingga kemampuan mereka untuk berbelanja kebutuhan Ramadan ikut tergerus.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini banyak masyarakat yang justru kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, terlebih setelah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda sejumlah sektor.
“Selama enam bulan terakhir, Indonesia mengalami deflasi, yang berarti harga turun tetapi tetap tidak ada pembeli. Ini menunjukkan daya beli masyarakat benar-benar melemah,” tambah Rocky.
Dalam situasi sulit ini, pemerintah justru mendapat sorotan karena membahas revisi Undang-Undang TNI di hotel mewah di Jakarta.
Keputusan ini menuai kritik karena dinilai bertolak belakang dengan kebijakan penghematan yang kerap digaungkan.
“Kalau memang ingin melakukan efisiensi, kenapa tidak membahasnya di DPR? Kenapa harus di hotel mewah? Ini menunjukkan ketidakkonsistenan kebijakan,” kata Rocky.
Selain itu, revisi ini memunculkan kekhawatiran terkait peluang militer kembali masuk ke ranah sipil.
Di tengah berbagai tekanan ekonomi, pemerintah juga menghadapi tantangan dalam penerimaan pajak. Data menunjukkan bahwa penerimaan pajak turun hingga 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
“Kalau pedagang di Tanah Abang tidak memiliki pemasukan, bagaimana mereka bisa membayar pajak? Itu sebabnya target pajak pemerintah tidak tercapai,” tegas Rocky.
Kondisi ini semakin diperburuk dengan kebijakan ekspor tenaga kerja yang kembali dibuka. Padahal, menurut Rocky, kebijakan ini justru menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengelola ketenagakerjaan di dalam negeri.
Di tengah situasi yang semakin sulit, Rocky menekankan pentingnya solidaritas sosial sebagai solusi jangka pendek.
“Kalau negara tidak bisa memenuhi kebutuhan rakyatnya, biasanya masyarakat akan bergantung pada keluarga dan tetangga. Ini adalah karakter khas Indonesia yang selalu mengandalkan gotong royong di saat krisis,” tutupnya. (*)