Sensor Gempa dan Tsunami di Sidrap Dicuri, BMKG: Keselamatan Warga Terancam

- Peristiwa
  • Bagikan
Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Wilayah IV Makassar, Daryono dan alat yang sudah lenyap dari tempatnya. (Foto: kolase HO)

HERALDSULSEL, SIDRAP – Sensor gempa dan tsunami di Desa Buae, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidrap, lenyap oleh tangan-tangan jahil. Padahal, alat itu penting menjadi penjaga kehidupan. Enam unit aki dan dua panel surya dari stasiun pemantauan gempa dan tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) lenyap digondol maling, meninggalkan ketidakpastian bagi warga Sulawesi Selatan.

Pencurian ini bukan sekadar kehilangan peralatan, melainkan bahaya yang mengintai dalam diam. Kepala Direktorat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengungkapkan keprihatinannya. “Tanpa sensor yang berfungsi, kecepatan dan akurasi BMKG dalam memberikan informasi gempa dan peringatan dini tsunami akan menurun. Ini bukan sekadar peralatan, ini soal nyawa,” ujarnya, Sabtu, 15 Februari 2025.

Sulawesi Selatan berdiri di atas patahan aktif, Sesar Walanae, yang menurut laporan Pusat Gempa Nasional (Pusgen, 2017) bukanlah sesar kecil, melainkan ancaman besar yang mampu memicu gempa hingga magnitudo 7,1. Kawasan Teluk Mandar, Pinrang, Rappang, dan Parepare, dikenal sebagai wilayah dengan aktivitas kegempaan tinggi, rawan longsor, runtuhan batu, dan likuifaksi.

Bukan kali pertama tanah ini berguncang hebat. Pada 29 September 1997, gempa berkekuatan M 6,0 mengguncang wilayah ini, menelan 16 korban jiwa, melukai puluhan orang, dan merusak ratusan rumah. Tsunami pun pernah menghantam Sulawesi Selatan, tepatnya pada 11 April 1967, ketika gempa M 6,3 mengguncang Teluk Mandar, merenggut 58 nyawa dalam gelombang ganasnya.

Kini, dengan pencurian alat pemantauan, ancaman serupa bisa datang tanpa peringatan. “Peralatan ini bukan hanya milik BMKG, ini alat penyelamat untuk kita semua. Tanpa sensor yang bekerja, kita buta akan bahaya yang mengancam,” tambah Daryono.

BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat untuk lebih peduli terhadap alat-alat mitigasi bencana. “Jika tidak bisa berkontribusi dalam mitigasi, setidaknya jangan merusak atau mencuri alat yang menyelamatkan banyak nyawa,” tegasnya.

Mengganti alat yang hilang tidaklah semudah membangun kembali rumah yang roboh. Peralatan ini berteknologi tinggi dan memerlukan biaya besar. Dengan kondisi saat ini, tidak mudah untuk segera mengganti perangkat yang dicuri.

Tragedi ini harus menjadi cermin bagi kita semua. Alam tidak dapat dicegah, tetapi kesiapsiagaan dapat mengurangi dampaknya. Ketika pengingat bahaya dirampas oleh tangan yang tidak bertanggung jawab, maka yang tersisa hanya ketakutan dan ketidakpastian. Sebelum bencana benar-benar datang tanpa aba-aba, sudah waktunya bagi kita untuk menjaga apa yang sejatinya melindungi kita. (*)

Stay connect With Us :
  • Bagikan