HERALDSULSEL, BONE – Setengah bulan sudah berlalu. Belum ada perkembangan berarti terkait pelaku penembakan pengacara senior, Rudy S Gani di Desa Pattukku Limpoe, Lapri, Bone, pada malam pergantian tahun. Meski istri mendiang Rudy, Hj Maryam mencurigai 3 orang.
Garis polisi yang melintang di sekitar rumah almarhum menjadi pengingat bisu akan tragedi yang terjadi. Namun, di balik kesunyian ini, penyelidikan yang intens terus berlangsung. Polisi telah memeriksa 42 saksi, termasuk istri korban yang menjadi saksi kunci. Belasan senapan angin disita, mencerminkan kompleksitas kasus yang lebih dalam dari sekadar peluru yang menembus wajah Rudy.
“Ini bukan kejahatan biasa,” ujar Muhammad Ibnu Maulana Ruslan, pakar kriminologi dari Unismuh Makassar. Suaranya bergetar, menyiratkan keprihatinan sekaligus kewaspadaan. “Aksi ini terencana dengan sangat rapi. Butuh waktu untuk mengurai simpul-simpul yang terjalin begitu kuat.”
Dugaan itu bukan tanpa dasar. Hasil analisis balistik menunjukkan peluru yang merenggut nyawa Rudy berasal dari senapan angin, bukan senjata api. Sebuah ironi yang menyakitkan, mengingat alat yang kerap dianggap remeh justru digunakan untuk tindakan yang keji. Lebih jauh lagi, Prof. Heri Tahir dari UNM menegaskan, ini adalah pembunuhan berencana yang melibatkan lebih dari satu pelaku. “Eksekutornya mungkin satu orang, tetapi perencanaan ini adalah kerja tim,” ujarnya.
Namun, teka-teki ini tak hanya soal siapa yang menarik pelatuk, tetapi juga mengapa. Sebagai seorang pengacara, Rudy menangani berbagai kasus perdata dan pidana yang rawan konflik. Apakah kematiannya adalah akibat dari sebuah kasus yang ia bela? Ataukah ada dendam yang membara di balik layar, mengintai hingga malam itu?