Agen Pegadaian Kartini Terancam Bui Usai Beli Emas Curian

- Peristiwa
  • Bagikan
Ilustrasi

HERALDSULSEL, TAKALAR – Di sebuah kelurahan kecil bernama Palleko, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar, sebuah agen pegadaian yang dulunya menjadi tumpuan harapan kini terperosok ke dalam pusaran masalah hukum. Kartini Daeng Pati, pemilik agen pegadaian yang namanya dikenal hangat di tengah masyarakat, kini terancam menghadapi dinginnya jeruji besi. Sebuah kasus emas curian 15 gram, melibatkan anak di bawah umur, menjadi inti dari drama ini.

Kisah bermula di rumah IT, seorang ibu berusia 62 tahun di Kelurahan Mattompodalle. Pada suatu hari di bulan November 2024, ia mendapati emasnya lenyap. Pelaku pencurian, YS, seorang remaja berusia 15 tahun, membawa kilau emas itu menuju agen pegadaian Kartini. Di sana, tanpa pertanyaan berarti, emas itu dibeli dengan harga yang jauh di bawah nilai pasarnya.

“Yang curi emasku itu baru 15 tahun, seharusnya pihak agen pegadaian tidak melayani anak ini,” keluh IT dengan getir. Ia bersama anaknya telah mencoba meminta pihak agen untuk mengembalikan emas tersebut. Namun, mereka justru dihadapkan pada permintaan tebusan sebesar Rp 7 juta. Sebuah jumlah yang sulit dijangkau oleh IT.

“Karena saya belum ada uang, saya belum melakukan penebusan,” lanjutnya dengan nada sedih.

Ketika kebenaran mulai terkuak, IT menekan YS, hingga sang anak akhirnya mengaku. Emas itu telah dijual kepada agen pegadaian Kartini. Rasa marah dan kecewa membuncah di dada IT. Ia pun melaporkan kasus tersebut ke unit Sat Reskrim Polres Takalar, berharap keadilan segera ditegakkan.

Sementara itu, Kartini Daeng Pati mencoba membela diri. “Maaf saya tidak tahu itu bilang emas curian, anggotaku itu yang layaniki di sana,” dalih Kartini. Namun, kata-katanya terdengar hampa di tengah tuduhan yang semakin berat.

Sebagai pemilik usaha, ia bertanggung jawab atas tindakan bawahannya. Hukum pun jelas menyebutkan ancaman bagi siapa saja yang terlibat dalam penadahan barang curian. Berdasarkan Pasal 480 KUHP, tindakan ini dapat dihukum hingga empat tahun penjara. Kalimat dalam undang-undang itu menggema seperti sebuah vonis awal: “Barangsiapa yang membeli atau menerima sesuatu yang sepatutnya harus diduga diperoleh dari kejahatan…”

Di sudut lain, IT hanya memiliki satu harapan sederhana, “Saya ingin emas saya dikembalikan utuh, dan pelaku segera diproses hukum.”

Kasus ini bukan sekadar kisah pencurian biasa. Di dalamnya, terdapat pertanyaan yang lebih dalam tentang tanggung jawab, kejujuran, dan batasan moral dalam menjalankan usaha. Kilauan emas memang menggiurkan, tapi di balik kilaunya, ada duri tajam hukum yang siap menusuk siapa saja yang bermain-main dengannya.

Kini, Palleko bukan lagi sekadar kelurahan kecil. Namanya menjadi saksi bisu drama manusia yang terjalin rumit, mengingatkan semua bahwa hukum akan selalu menyorot terang, tak peduli seberapa kilau emas berusaha menyamarkan kebenaran. (*)

Stay connect With Us :
  • Bagikan