HERALDSULSEL, MAKASSAR — Nama Andi Ibrahim, seorang dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, kini menjadi sorotan publik.
Bukan karena prestasinya di dunia akademik, melainkan karena keterlibatannya dalam jaringan pemalsuan uang yang beroperasi di lingkungan kampus.
Syahruna salah satu komplotan Andi Ibrahim mengaku belajar cara memalsukan uang secara otodidak, memanfaatkan sumber-sumber informasi yang tersedia.
Kapolres Gowa, AKBP Reonald Simanjuntak, menjelaskan bahwa Andi Ibrahim bersama komplotannya mengandalkan kemampuan mandiri untuk memahami proses pencetakan uang palsu.
Salah satu anggota komplotan, Syahruna, bahkan menyebut bahwa Andi sering memberikan arahan terkait teknik produksi.
“Dia bilang, ‘Belajar dulu, pahami cara kerjanya,’ sebelum mesin cetak digunakan,” ungkap Syahruna. Mesin cetak uang baru senilai Rp600 juta yang disimpan di UIN Alauddin Makassar tersebut mampu mencetak hingga Rp200 juta dalam sekali proses.
Dalam keterangannya, Syahruna juga menjelaskan bahwa bahan-bahan khusus seperti kertas cotton, tinta UV, hingga watermark dipesan langsung dari China dengan modal sekitar Rp300 juta.
Semua proses produksi dipelajari terlebih dahulu secara mendalam oleh Andi Ibrahim dan timnya sebelum diimplementasikan.
“Mereka juga memahami detail teknis, seperti proses cetak UV, tali air, hingga magnetik. Semua itu ia pelajari secara otodidak,” ujar Syahruna.
Meski begitu, Syahruna mengakui bahwa hasil cetakan masih belum sempurna sehingga beberapa pesanan, termasuk untuk keperluan Pilkada, belum dapat dipenuhi.
Kini, Andi Ibrahim, Syahruna bersama Annar Sampetoding, otak utama komplotan ini, telah ditangkap bersama 16 pelaku lainnya.
Meskipun telah ditahan, pihak kepolisian masih terus mengembangkan kasus ini untuk mencari tahu sejauh mana jaringan pemalsuan uang ini beroperasi. (*)