HERALDSULSEL, MAKASSAR – Dusun Limpoe, Desa Pattuku Limpoe, Kecamatan Lappariaja, Bone, pada 31 Desember 2024, tidak memberi tanda apa pun akan tragedi yang terjadi. Hanya desiran angin yang melewati pepohonan dan serta dentuman petasan bersahutan.
Namun, malam itu, sebuah tembakan merobek keheningan. Tersamarkan suara petasan. Rudy S. Gani, seorang pengacara ternama, terkulai di depan pintu rumahnya, menjadi korban peluru yang datang dari kegelapan.
Nyawanya tak terselamatkan. Meskipun sempat dilarikan ke Puskesmas Lappariaja, Rudy dinyatakan meninggal dunia pukul 22.30 WITA. Dalam sekejap, tragedi itu mengguncang Sulawesi Selatan dan menorehkan misteri yang hingga kini masih diselidiki.
Tiga Nama, Tiga Cerita
Penyelidikan yang dilakukan oleh Polres Bone dan Polda Sulawesi Selatan telah memeriksa 28 saksi. Dari mereka, tiga nama mencuat sebagai terduga pelaku: S, U, dan seseorang yang belum terungkap identitasnya, tetapi diduga berada di rumah Rudy malam itu.
S adalah nama yang paling menarik perhatian. Dikenal sebagai ahli menembak kelelawar dengan senapan angin berinfra merah, S bukanlah orang baru dalam hidup Rudy. Keduanya memiliki riwayat konflik panjang soal kasus penyerobotan lahan. S, yang kini berstatus tersangka, pernah mengancam Rudy secara langsung. Dengan nada dingin, ia menepuk bahu Rudy sambil berucap, “Mudah-mudahan kau lama di Bone.” Ancaman itu masih terngiang di benak Hj. Maryam, istri Rudy.
Tak hanya itu, S juga diduga meluapkan emosinya di media sosial. Sebuah unggahan Facebook yang diduga miliknya berbunyi, “Jika hukum tak bisa dijadikan sandaran, kami akan main sendiri.” Kata-kata itu kini menjadi bukti yang ditelisik lebih dalam oleh penyidik.
Lalu ada U, sosok kedua dalam pusaran kecurigaan. U, yang sebelumnya berdomisili di Kalimantan, kembali ke Bone setelah juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyerobotan lahan. Menurut saksi mata, U kerap mondar-mandir dengan sepeda motor di depan rumah Rudy beberapa hari sebelum tragedi. Gesturnya memunculkan pertanyaan: apa yang sebenarnya direncanakan?
Sementara itu, seorang lagi yang dicurigai oleh Hj. Maryam diduga memainkan peran lebih halus. Orang ini, yang berada di rumah saat kejadian, disinyalir mengarahkan Rudy untuk duduk di tempat yang menjadi bidikan sempurna bagi pelaku. Jika benar, tindakan ini bukan sekadar kebetulan, melainkan bagian dari skenario besar yang dirancang untuk merenggut nyawa Rudy.
Jejak Peluru dan Kepingan Misteri
Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Didik Supranoto, memastikan penyelidikan terus berjalan tanpa pandang bulu. “Sebanyak 28 orang telah diperiksa. Penyidik mendalami keterangan mereka untuk mendapatkan gambaran lebih jelas terkait insiden ini,” ujar Didik kepada wartawan, Rabu, 8 Januari 2025.
Di antara barang bukti yang diamankan, ada 11 senapan angin yang diduga terkait dengan kasus ini. Namun, di balik jejak-jejak material itu, terselip banyak pertanyaan yang masih menggantung. Siapa yang menarik pelatuk pada malam nahas itu? Apakah ini murni persoalan pribadi, atau ada motif yang lebih besar?
Ibu Maryam dan Bayang-Bayang Ketakutan
Hj. Maryam kini hidup dalam ketakutan. Kehilangan suami tak hanya menyisakan duka, tetapi juga ancaman yang terus menghantui. Dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan malam terakhir bersama Rudy. “Dia hanya ingin istirahat. Tapi, malah ditembak di rumahnya sendiri,” katanya lirih.
Ketegangan dan ketidakpastian menggelayuti setiap sudut Dusun Limpoe. Masyarakatnya, yang biasanya akrab dengan keheningan malam, kini dicekam rasa was-was. Siapa sebenarnya pelaku? Dan, apakah keadilan akan menemukan jalannya?
Mencari Keadilan di Tengah Kabut
Kasus ini bukan hanya soal peluru yang menghentikan langkah seorang pengacara. Ia adalah potret gelap dari konflik lahan yang sering kali berakhir dengan kekerasan. Rudy S. Gani adalah korban terbaru, tetapi mungkin bukan yang terakhir jika persoalan mendasar tidak segera diurai.
Di antara para tersangka dan saksi, aparat kepolisian masih menelusuri jalur yang berliku. Keadilan untuk Rudy S. Gani belum tiba, tetapi harapan tetap ada. Di bawah bayang-bayang malam itu, masyarakat Bone menanti kebenaran yang terang benderang, secerah cahaya pagi yang memupus gelap. (gun)